KOTA SERANG, Sidik-Berita.Com- DKM Masjid Nurul Hasanah hari ini, Senin 31 Maret 2025 menggelar Salat Idulfitri 1 Syawal 1446 Hijriah bersama warga Perumahan setempat. Hal ini dilaksanakan berdasarkan ketetapan pemerintah Republik Indonesia melalui Sidang Isbat yang dilaksanakan Kementerian Agama (Kemenag RI).
Seluruh warga yang memenuhi ruangan dalam, selasar dan halaman luar Masjid tampak mengumandangkan takbir penuh khidmat dihari kemenangan tahun ini.
Pelaksanaan Shalat i’ed dipadati hampir lebih dari 1000 jemaah, nampak jemaah duduk rapih berjajar memenuhi seluruh shaf shalat yang telah ditentukan baik didalam ataupun diluar Masjid.
Tepat pukul 06.20 WIB, Shalat I’ed secara berjamaah dimulai, dipimpin Imam Rawatib Masjid Nurul Hasanah Jajat Sudrajat, A. Md. Adapun yang bertindak sebagai Bilal ialah Tb. Fachrudin. SAg, sementara khatib yang bertugas adalah Ustadz Abdul Somad, S. S.,M.Pd. Khutbah kali ini membahas tema “UPAYA MENJADI ORANG YANG BERTAQWA”
أَاللَّه أَكْبَرُ ٣×. اللَّه أَكْبَرُ ٣×.اللهُ أَكْبَرُ٣×. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ.أَمَّا بَعْدُ. فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله تعالى وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
“Ma’asyiral muslimin, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah.
Puji syukur tak henti-hentinya kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat kepada kita, salah satunya tentu saja pada hari ini, setelah satu bulan penuh kita menjalankan ibadah puasa, kita dapat menikmati hari raya Idul Fitri 1446 Hijriah dalam keadaan sehat dan bahagia. Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman,” terang Ustadz Abdul Somad.
“Melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, dan semua jamaah yang hadir di Masjid Nurul Hasanah yang kita cintai bersama ini, untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta menjauhi semua larangan-Nya,” katanya.
“Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, marilah kita semua melakukan refleksi terhadap apa yang telah kita lakukan dan apa yang akan kita lakukan setelah bulan Ramadhan ini. Ada beberapa pertanyaan penting bagi kita semua: Apakah niat berpuasa kita benar-benar imanan wahtisaban lillahi ta’ala? Kita berpuasa mengimani bahwa Allah telah mensyariatkan puasa dan mengharapkan pahala puasa hanya dari sisi Allah. Apakah kebiasaan baik selama Ramadhan seperti puasa, sholat berjamaah, membaca alquran, memberikan infak shodaqoh akan tetap berlanjut setelahnya?; atau justru praktik-praktik baik itu hanya berlaku di bulan Ramadhan, lalu kita kembali ke kebiasaan lama setelahnya?,” kata Ustadz Abdul Somad.
Kemudian ia menjelaskan kembali bahwa yang paling utama yang perlu direnungi adalah: Apakah kita sudah berusaha mencapai derajat takwa seperti yang diinginkan Allah?;
sebagaimana firmannya dalam Q.S. Al-Baqarah 183:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Apa sesungguhnya taqwa itu? Ada kurang lebih 250 kosa kata Taqwa yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Kata ini muncul dalam berbagai bentuk seperti: Ittaqullah (اتقوا الله) → Bertakwalah kepada Allah; Muttaqin (المتقين) → Orang-orang yang bertakwa; Yattaqi (يتقي) → Bertakwa; Tattaqun (تتقون) → Kalian bertakwa. Dari segi jumlah kata Taqwa yang begitu banyak dalam Al-Qur;an, kita dapat melihat betapa pentingnya posisi taqwa dalam ajaran Islam. Alhamdulillah, sebagai negara yang didominasi ummat Islam, kita sudah berupaya menempatkan taqwa ini di tempat yang Mulya. Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 dinyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Bahkan semboyan atau Motto Provinsi Banten sebagai landasan pembangunan menuju Banten Mandiri, Maju dan Sejahtera adalah “IMAN TAQWA”.
Lalu apakah pengertian Taqwa ini sesungguhnya?.
Mengutip beberapa artikel dalam jurnal ilmiah, Kata “taqwa” berasal dari akar kata”waqa” dalam bahasa Arab yang berarti menjauh atau melindungi diri dari sesuatu yang merugikan atau berbahaya. Oleh karena itu, taqwa dalam konteks Islam mengacu pada ketaatan dan kesadaran yang mendalam terhadap Allah serta usaha aktif untuk menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan perilaku yang tidak berkenan kepada-Nya. Dalam praktiknya, taqwa tidak hanya menjadi fokus dalam ibadah keagamaan seperti sholat, puasa, zakat, haji tetapi juga mencakup hubungan sosial, bisnis, politik, dan aspek-aspek lain seperti moral, etika, dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Tafsir al-Misbah, Dr. Quraisyi shihab setelah mengkaji beberapa pendapat mengatakan bahwa taqwa pada dasarnya bersumber dari rasa takut, namun dapat meningkat sehingga mencapai puncaknya sebagaimana yang dimiliki oleh para Nabi, dan oleh karena itu para nabipun diberi predikat orang-orang bertaqwa. Para ulama Muta’akhirin memandang taqwa sebagai “Kesadaran Ketuhanan”, yaitu kesadaran tentang adanya Tuhan yang maha hadir dalam setiap saat perjalanan hidup manusia. Berkenaan dengan maksud ayat : ”Ittaqullaha haqqa tukatih” Ibnu Katsir berkata: Allah itu ditaati dan jangan dimaksiati, diingat jangan dilupakan, disyukuri jangan diingkari . Itulah definisi Taqwa.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Siapakah orang yang bertaqwa itu? Dalam kesempatan yang mulia ini Khotib hanya akan mengutip beberapa ayat yang menjelaskan beberapa ciri-ciri orang yang bertaqwa.
Pertama, Q.S. Albaqoroh, 3-4 :
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۙ ٣ وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ ٤
Ayat 3-4 Q.S. Albaqoroh ini menjelaskan ciri-ciri Muttaqin, yang kata Muttaqin disebutkan dalam ayat 2 (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib (Ghaib (غيب) dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang tidak terlihat, tersembunyi, atau di luar jangkauan indera manusia.) Allah, Malaikat, Surga, Neraka itu Ghaib; yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan, kepada mereka; Dan pada ayat 5 disebutkan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelum, serta mereka yakin akan adanya akhirat. Sebagaimana yang kita ketahui, ayat-ayat ini merupakan tiang keimanan bagi umat Islam.
Kedua, Q.S. Ali Imran, 134-135
. ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِين وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ
Sama seperti dalam Q.S. Albaqoroh, Kata Muttaqin juga disebutkan di ayat sebelumnya. Dalam ayat-ayat ini disebutkan bahwa ciri-ciri orang yang bertaqwa itu adalah: Suka menginfakkan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadanya, baik di waktu lapang/Makmur/kaya ataupun di waktu sempit /miskin; Sanggup menahan amarahnya; Memaafkan kesalahan orang lain, berbuat baik, jujur; dan pada ayat 135 dijelaskan bahwa Muttaqin adalah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.
Ketiga, QS Almaidah ayat 8:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Dalam ayat ini Allah menerangkan jika kita ingin menjadi orang yang bertaqwa harus selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Meski kita benci terhadap sesuatu kaum, kita tetap harus berlaku adil. Adil itu lebih dekat kepada takwa.
“Marilah kita berupaya sungguh-sungguh di sisa kehidupan kita yang hanya sesaat ini untuk sampai pada derajat taqwa yang benar-benar taqwa sebagaimana ayat
يَاا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Pada ayat ini Allah menginginkan agar dalam bertaqwa jangan setengah-setengah dan janganlah kita mati kecuali dalam keadaan Islam. Keadaan itu tentu saja dapat kita capai bilamana dalam kehidupan sebelum kematian datang dipenuhi dengan iman dan amal saleh, dan di dalam hidup kita selalu dihiasi dengan mengingat Allah di hati, lisan dan amalan kita sehingga Allah ridha kepada kita karena kita dalam kehidupan Islam yang kaffah, yaitu melaksanakan Islam secara utuh yang meliputi semua fungsi hidup, jasmani dan rohani dan sanggup menyesuaikan diri dengan cara hidup Islam yang sebenarnya, ” tutup Ustadz Abdul Somad diakhir ceramahnya.***(H.M.M/UaS)